Jumat, 18 April 2014

Penyebab Kerusakan dan Kemacetan Jalur Pantura (Pantai Utara Jawa)

Jalur pantura merupakan jalur penghubung antar kota dan provinsi dengan tipe jalan 4/2 D, kelas jalan I dan fungsi jalan Arteri. Jalan Nasional dengan panjang 1.316 km antara Merak hingga Ketapang, Banyuwangi di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, khususnya antara Jakarta dan Surabaya. Jalur Pantura melintasi 5 provinsi yaitu : Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan dimensi kendaraan maksimum panjang 18000mm lebar 2500mm dan MST(Muatan Sumbu Terberat) 10ton. Namun dalam kenyataannya kondisi jalan pantura mengalami penurunan sesuai dengan bertambahnya umur, sesuai dengan kelas dan fungsinya. Lubang-lubang besar dan dalam menganga yang berada di sepanjang jalan sangat membahayakan pengemudi. Kondisi itu membahayakan, terutama jika hujan turun dan malam hari. Sebab, kubangan itu tertutup air, sementara penerangan jalan sangat kurang. Lubang menganga itu rata-rata berukuran 50-100 sentimeter dengan kedalaman 5-20 sentimeter.
 Apalagi kendaraan yang masuk ke jalur pantura semuanya bermuatan rata-rata di atas 20 ton (dikutip dari situs Kementerian Pekerjaan Umum) truk-truk dengan muatan yang berlebih (overload) ini merupakan salah satu penyebab kemacetan dan kerusakan jalan jalur Pantura. Dalam skala nasional keberadaan jembatan timbang seharusnya merupakan tempat untuk mengukur truk barang yang bermuatan melebihi Jumlah Beban Ijin (JBI) serta dapat memberikan sanksi kepada pengemudi kendaraan yang membawa muatan diatas 10 ton atau menahan kendaraanya. Karena kekuatan maksimal konstruksi jalan pantura hanya di desain 10 ton, sedangkan beban kendaraan yang lewat hingga 3 kali lipat beratnya. Jalur ini memiliki signifikansi yang sangat tinggi dan menjadi urat nadi utama transportasi darat, karena setiap hari dilalui 20.000-70.000 kendaraan.
Saat ini rata-rata volume kendaraan di jalur Pantura mencapai 48 ribu unit per hari. Padahal, dengan empat jalur yang dimiliki, Pantura idealnya hanya dilalui 20 ribu kendaraan tiap hari. Tahun ini Kementerian PU menganggarkan dana Rp 1,03 triliun untuk penanganan Pantura, sedangkan tahun lalu pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 939 miliar. Menurut saya untuk angkutan jarak jauh, idealnya menggunakan kereta api atau kapal laut. Namun sampai sekarang program double track kereta api belum berjalan. Menumpuknya angkutan lewat jalan darat, menimbulkan kerugian berupa pemborosan bahan bakar saat macet, pergantian suku cadang yang lebih cepat, dan potensi ekonomi yang terlepas.
Berbagai cara dilakukan ahli dari Kementerian Pekerjaan Umum merancang pembangunan atau konstruksi jalan Jalur Pantura yang cepat rusak di Indramayu, Jawa Barat. Jika sebelumnya pondasi jalan dibuat dengan hanya cara memadatkan batu pecah atau sirtu saja, sekarang untuk memadatkan pondasi jalan menggunakan campuran semen kering dan split, bekas kerukan aspal. Mencampur semen jenis portland dengan split limbah kerukan permukaan jalan itu dimaksudkan agar pondasi jalan lebih padat dan keras sehingga mampu menahan aliran air dari bawah ke atas. Sehingga posisinya semakin kuat menopang permukaan jalan ketika menerima beban kendaraan yang bermuatan lebih dari 50 ton. Fungsi semen diharapkan tidak mudah merubah permukaan jalan serta menahan air dari bawah badan jalan. Sebagaimana dimaklumi, kondisi tanah di bawah pondasi Jalur Pantura sangat labil. Hal itu terjadi karena jenis tanahnya terdiri dari tanah jenis lempung. Tanah lempung tidak kuat menahan beban dari permukaan jalan yang dilalui kendaraan dengan beban yang relaif berat mencapai 50 ton. Itulah sebabnya kenapa jalur pantura rusak parah dan macet, semoga bermanfaat ya ^_^